Ada potensi manipulasi data atau kecurangan dalam pengumpulan atau pengolahan data quick count.
"Meskipun langkah-langkah pengawasan biasanya dilakukan untuk mencegah hal ini, namun risiko manipulasi tetap ada dan bisa memengaruhi akurasi hasil,"tutur Nasarudin.
Baca juga: Kepala Kampung Nawaripi Turunkan Alat Berat Angkut 100 Ton Sampah
Tidak hanya soal data, independensi lembaga survei perlu dipertanyakan soal kredibilitas dan profesionalisme dalam melakukan kerja-kerja ilmiah dimaksud.
Jika lembaga survei dari awal di danai oleh calon maka otomatis kerjanya sesuai orderan, tugasnya jelas melakukan propaganda untuk membentuk opini publik.
Lalu kondisi politik dan sosial yang menjadi faktor eksternal seperti kondisi politik dan sosial yang tidak stabil atau bergejolak dapat memengaruhi partisipasi pemilih, pola perolehan suara, dan akurasi quick count.
"Konteks politik yang kompleks dan perubahan mendadak dalam opini publik bisa membuat prediksi quick count menjadi tidak akurat,"kata Nasarudin.
Baca juga: Hujan Petir dan Cuaca Tak Stabil Landa Nabire
Selain itu ketidakpastian Margin of Error (MoE).
Meskipun quick count menggunakan metode statistik untuk mengurangi kesalahan, namun tetap ada ketidakpastian yang disebut sebagai MoE.
MoE menunjukkan seberapa jauh hasil quick count bisa berbeda dari hasil real count, dan bisa membuat estimasi tidak akurat.
"Semua faktor di atas perlu dipertimbangkan dengan serius dalam mengevaluasi hasil quick count pada PSU Pilkada 2025," ucap Nasarudin.
"Meskipun quick count seringkali memberikan gambaran awal yang cukup akurat, namun tetap perlu diingat bahwa hasilnya belum final dan hanya bersifat prediktif hingga proses real count selesai dilakukan oleh KPU Provinsi Papua,"tutup Nasarudin. (*)