Konflik Lahan Tambang

Konflik Lahan Tambang Nabire: Petani Meradang Soal Limbah, Masyarakat Adat Bela Perusahaan

Habel meminta para petani di kedua wilayah tersebut untuk tidak lagi mengganggu operasional perusahaan yang saat ini beraktivitas di wilayah adat.

Penulis: Calvin Eluis Erari | Editor: Lidya Salmah
Tribun-PapuaTengah.com/Calvin Louis Erari
KONFLIK LIMBAH-Masyarakat Adat Suku Wate di Kampung Nifasi, Habel Rumawi Strep Mina meminta, para petani di SP 1 dan SP 2 Lagari, Kampung Biha, Distrik Makimi, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah, untuk tidak lagi mengganggu aktivitas PT Kristalin Ekalestari dengan alasan limbah tambang yang turun di persawahan mereka, jika hal itu masih terus dilakukan, maka mereka juga bakal mengambil langkah tegas. Foto: Tribun-PapuaTengah.com/Calvin Louis Erari 

Laporan Wartawan Tribun-PapuaTengah.com, Calvin Louis Erari

TRIBUN-PAPUATENGAH.COM, NABIRE-Masyarakat Adat Suku Wate di Kampung Nifasi, Distrik Makimi, Kabupaten Nabire, Papua Tengah, melalui tokohnya, Habel Rumawi Strep Mina, kembali menyampaikan teguran keras kepada para petani di kawasan SP1 dan SP 2 Lagari.

Teguran ini dilayangkan terkait isu dugaan limbah tambang PT Kristalin Ekalestari yang mencemari lahan persawahan.

Baca juga: Pemprov Papua Tengah Ambil Alih RSUD Nabire, Bekies Kogoya: Ini Langkah Tepat untuk Kemanusiaan!

Habel meminta para petani di kedua wilayah tersebut untuk tidak lagi mengganggu operasional perusahaan yang saat ini beraktivitas di wilayah adat mereka.

"Kalau masyarakat ingin menyampaikan tuntutan, silakan datang langsung kepada kami masyarakat adat. Kamilah yang mengundang perusahaan ini masuk ke wilayah kami, bukan mereka datang sendiri," tegas Habel kepada Tribun-PapuaTengah.com, Senin (28/4/2025).

Baca juga: Wamendiktisaintek Motivasi Siswa SDN Jayanti Nabire: Kuasai Matematika, Raih Masa Depan Gemilang!

Lebih lanjut, Habel menyatakan pihaknya akan mengambil langkah tegas jika perusahaan terusik oleh isu-isu yang dianggap tidak benar.

"Untuk itu, kami sekali lagi memohon agar tidak ada gangguan. Hasil dari pengelolaan perusahaan adalah hak kami, dan kami ingin menikmati hasilnya di tanah kami sendiri," ujarnya.

Habel mengaku, bahwa tanpa kehadiran PT Kristalin Ekalestari, masyarakat adat akan kesulitan mengakses potensi emas di wilayah mereka, mengingat kedalaman yang dibutuhkan untuk mencapainya bisa mencapai 50 meter.

"Jadi, keberadaan perusahaan ini memfasilitasi kami untuk mengambil kekayaan alam yang ada,"tuturnya.

Baca juga: SMA Garuda Nabire Prioritaskan Tenaga Kerja Lokal Papua, Cetak SDM Unggul Setara Global

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sekelompok petani dari Kampung Biha menyuarakan kekhawatiran terkait dugaan pencemaran limbah tambang ke lahan pertanian mereka.

Salah seorang petani, Ngadnu, mengungkapkan bahwa sejak aktivitas penambangan emas beroperasi, petani selalu menghadapi masalah berupa saluran irigasi yang tersumbat lumpur, mengakibatkan penurunan hasil panen yang signifikan.

"Kami petani memohon solusi atas masalah ini," katanya.

Baca juga: SMA Unggulan Garuda, Gagasan Presiden Prabowo Subianto Segera Hadir di Nabire

Ngadnu juga menyinggung adanya pertemuan antara masyarakat dan pihak perusahaan yang menjanjikan normalisasi saluran air pada bulan mendatang.

Namun, ia menyayangkan janji tersebut hanya sebatas pembicaraan tanpa adanya perjanjian tertulis yang jelas.

Baca juga: Dua Penumpang Longboat Hilang di Perairan Lakahia: Tim SAR Gabungan Tak Kenal Lelah Sisir Lautan

Senada dengan Ngadnu, petani lainnya, Agus Panani, menambahkan bahwa hasil panen mereka jauh dari maksimal akibat lumpur atau limbah yang diduga berasal dari aktivitas penambangan.

"Kami sangat berharap keluhan ini segera ditangani agar hasil panen petani dapat kembali normal," harapnya. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved