Curhat Pendulang Emas

Curhat Pendulang Emas di Kabupaten Mimika, Papua Tengah: Melamar Jadi Guru, Tapi Tak Diterima

Sayangnya, dari sekian banyak lamaran yang saya masukkan ke sekolah-sekolah, ternyata tidak ada satupun informasi lanjutan

Editor: Moh Choiruman
zoom-inlihat foto Curhat Pendulang Emas di Kabupaten Mimika, Papua Tengah: Melamar Jadi Guru, Tapi Tak Diterima
Istimewa
MENDULANG – Tiga warga sedang melakukan proses pendulangan emas di wilayah Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah. Para pendulang, selain harus melawan ganasnya malaria, juga ancaman serang kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). 

TRIBUN-PAPUATENGAH.COM, MIMIKA – Jumat (11/7/2025) Kota Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah sedang diguyur hujan. 

Hingga siang, hujan yang mengguyur Kota Emas (julukan Kota Timika) sejak Kamis (10/7/2025) malam belum ada tanda berhenti. 

Baca juga: Puncak Jaya kembali Mencekam: Warga Asal Probolinggo Tewas Ditembak, Diduga KKB Dalangnya

Sambil menikmati kue dadar gulung dan segelas kopi hitam yang disajikan pramusaji salah satu rumah makan di Jalan Cenderawasih SP2 Timika, menjadi teman menunggu hujan reda sambil menulis kisah perantauan saya di Kota Timika ini. 

Nama saya Daniel (bukan nama lengkap). Saya anak pertama dari lima bersaudara. Saya asli Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Saya bersyukur bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi di Universitas Timor, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, lulus tahun 2023 silam. 

Selain untuk menambah ilmu dan pengetahuan, pastinya setelah lulus kuliah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Karena saya lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, harapannya bisa menjadi guru

Ternyata tidak semudah itu untuk mendapatkan pekerjaan. Apalagi jika berharap mendapat pekerjaan yang sesuai dengan ijazah. 

Baca juga: Soroti Bahaya Miras di Nabire, Bekies Kogoya Desak Bupati dan DPRD Sahkan Perda Larangan Miras

Selain banyaknya persaingan, sebagai sarjana yang baru lulus, saya sering terganjal persyaratan, “Harus memimiliki pengalaman kerja minimal 1 tahun”. 

Hal itu tidak menyurutkan semangat saya dan terus mencoba memasukkan lamaran ke sekolah-sekolah. Karena yang ada di pikiran saya menjadi guru, lantaran saya sarjana pendidikan. 

Sayangnya, dari sekian banyak lamaran yang saya masukkan ke sekolah-sekolah, ternyata tidak ada satupun informasi lanjutan. 

Baca juga: OTK Bacok Tukang Ojek di Distrik Wanwi Puncak Jaya, Korban Meninggal Dunia

Ternyata sekolah-sekolah tersebut hanya membutuhkan tenaga pendidik yang memiliki sertifikat guru profesional. 

Akhirnya keinginan dan impian saya menjadi tenaga pendidik pun kandas. Termasuk harapan untuk segera membantu penghasilan orangtua pun gagal. 

Saya memutuskan bekerja sebagai buruh bangunan, walaupu penghasilannya tidak seberapa. Setidaknya bisa membantu orangtua, mengingat saya masih punya empat adik yang memerlukan biaya Pendidikan. 

 

ke Timika Jadi Pendulang Emas 

Himpitan ekonomi dan keinginan untuk mengubah nasib, akhirnya saya mengambil keputusan berat. Saya meninggalkan orangtua dan saudara-saudara untuk merantau ke Kota Timika.  

Mengapa ke Timika? Di Kota Dolar ini, ada keluarga yang saya harapkan bisa membantu mencari pekerjaan.

Baca juga: Tim Buser Polres Mimika dan Polsek Miru Ringkus Pelaku Penganiayaan Berat 

September tahun 2024 menjadi babak baru perjalanan hidup. Saya meninggalkan tanah kelahiran saya dengan satu tujuan untuk mencari pekerjaan, agar bisa membantu penghasilan orangtua.  

Tiba di Kota Timika, saya tinggal bersama keluarga yang berasal dari kampung di NTT tepatnya di SP4. Beliau saya saya anggap seperti kedua orangtua saya. 

Awal menjalani kehidupan di Kota Timika, saya kaget tentang banyak hal. Terutama harga-harga makanan dan barang lebih mahal dibandingkan di kampung halaman saya. 

Baca juga: Aparat Grebek Markas OPM Yahukimo, 1 Pelaku Terlibat Pembunuhan Guru Rosalina Sogen

Akhirnya saya memutuskan melakoni pekerjaan sebagai pendulang emas. Ini pekerjaan yang banyak dijalani warga dari NTT yang tinggal di Kota Timika.

Sebagai pendulang pemula, saya cukup kaget. Karena harus menempuh perjalanan kaki belasan kilometer dengan jalan yang terjal untuk menuju tempat pendulangan. 

Kemudian, saya juga bingung cara kerjanya. Menggunakan wajan dengan tiga ukuran untuk menampung lumpur campur pasir yang diyakini mengandung emas. 

Baca juga: Papua Tengah Perlu Dua Kota Madya: Nabire dan Mimika Jadi Prioritas

Sempat muncul tanda tanya dalam hati, “Terus emasnya dimana, kalau seperti ini,”. Kondisi ini yang sempat menimbulkan keraguan dan hampir putus asa.

Ternyata ukuran emasnya seperti penyedap masakan Bernama Ajinomoto. Ukurannya kecil sekali. 

Tapi begitu kerja keras membuahkan hasil dan melihat kilauan emas mentah, hati pun menjadi gembira. 

Emas yang sudah di murnikan dengan teknik mencuci, kemudian dikeringkan menggunakan api, lalu dibungkus dan dijual. 

Baca juga: Bupati Yampit Kobarkan Semangat Membaca: Paniai Siap Jadi Pusat Literasi!  

Di lokasi pendulangan, harga emas per gramnya  Rp1.350.000. Saya pun mulai terbiasa dan menikmati pekerjaan sebagai pendulang, yang sering mendapatkan emas. 

Dari hasil penjualan emas tersebut kami bagi dengan teman satu kelompok yang beranggota tiga hingga empat orang. 

Menjelang 4  bulan sebagai pendulang emas, saya sempat tidak bekerja karena tidak mendapat lokasi kerja. 

Baca juga: Bagikan DPA Kepada 3 Kepala Bidang, Kepala DPMK Dogiyai Canangkan "Jumat Ngopi Bareng"

Dari situlah saya mulai kesulitan untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Untuk kepelruan hidup, saya terpaksa utang di kios-kios terdekat dengan perjanjian minggu depan baru dibayar.

Lambat laun, saya bisa menikmati pekerjaan sebagai pendulang emas. Terlebih setelah bisa menyisihkan uang untuk membantu biaya Pendidikan adik-adik di kampung halaman.

 

Melawan Ganasnya Malaria 

Cobaan hidup diperantauan, tepatnya di Kota Timika ternyata tidak hanya soal sulitnya mencari pekerjaan. Walau bermodal ijazah sarjana, ternyata tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan.

Selain itu, juga serangan malaria. Maklum, Kota Timika termasuk satu di antara daerah endemic malaria. 

Malaria inilah yang sering menyerang saya. Hal ini yang sangat mengganggu aktifitas saya sebagai pendulang emas. 

Baca juga: Dampak Peluncuran Air Bersih Freeport: Lalu Lintas Jalan Cenderawasih SP2 Timika Satu Arah

Malaria yang paling sering saya alami adalah Malaria Tersiana. Hal ini menuntut saya harus istirahat dalam waktu cukup lama, dan dinyatakan benar-benar sehat untuk bisa Kembali bekerja. 

Kalau sudah terserang malaria, seolah menjadi alarm isi kantong siap-siap terkuras. Karena di lokasi pendulangan emas, harga obat malaria yang biasa disebut obat biru harganya Rp 25 ribu per butir. 

Sebagai pendulang, harga tersebut cukup mahal. Karena jika berobat di puskesmas, biasanya gratis. Sebab sudah diakomodir oleh BPJS Kesehatan. 

Baca juga: Ini Harapan Ketua Pengurus YPMAK Saat Hadiri Wisuda 48 Mahasiswa Politeknik Amamapare Timika

Karena tinggal di camp pendulangan dan memerlukan obat tersebut, walau harganya mahal tetap saya beli. 

Harapannya, cepat sehat, stamina kembali pulih dan bisa mendulang lagi untuk mendapatkan uang.

Setelah sembuh, saya memutuskan meninggalkan camp pendulangan untuk ke kota. Sekadar  jalan-jalan dan juga mencari hiburan. 

Sampai di kota, saya berkumpul keluarga sambil mencari informasi lowongan pekerjaan. Siapa tahu keluarga ada informasi lowongan pekerjaan. 

Baca juga: Ketua IKF Marthen LL Moru Lantik Badan Pengurus Pemuda Flobamora Mimika Periode 2025-2030

Beruntung, saya mendapat informasi lowongan pekerjaan dan disuruh membuat surat lamaran kerja di Kantor Tribun Papua Tengah. 

Keesokan paginya, saya pergi mengantar surat lamaran ke kantor ditemani salah satu keluarga. 

Setelah mengantar surat lamaran tersebut, saya diajak keluarga saya meliput kegiatan di Kantor Bupati Mimika yang saat itu bertepatan Hari Ulang Tahun Ke-79 Bhayangkara. 

Baca juga: Populasi Penduduk Kabupaten Mimika Tembus 490.653 Jiwa, Terbanyak di Tanah Papua 

Di tempat itu saya memperhatikan cara kerja wartawan dalam menghadapi naras umber, wawancara dan mengumpulkan berita.

Saat ini, saya sedang menunggu panggilan atas surat lamaran tersebut dan memutuskan Kembali ke lokasi pendulangan untuk mengisi hari-hari sekaligus mencari rezeki. (**) 

Sumber: Tribun papua
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved