PSU Pilgub Papua

Analisis Nasarudin Soal Quick Count: Benarkah Hasil PSU Pilgub Papua Sudah Final?

Kesalahan dalam memilih sampel TPS dapat mengakibatkan bias yang signifikan dalam estimasi perolehan suara.

Editor: Lidya Salmah
Istimewa
QUICK COUNT- Direktur NSL Political Consultant and Strategis Campaign, Nasarudin Sili Luli, menjelaskan quick count mencerminkan hasil pemilihan, sifatnya adalah memprediksi atau memproyeksikan hasil pemilihan. Foto: Istimewa 

TRIBUN-PAPUATENGAH.COM, JAYAPURA- Pasca pemungutan suara ulang (PSU) Gubernur dan wakil Gubernur Papua, banyak hasil hitung sementara (Quick Count) dijadikan sebagai acuan pasangan calon unggul dalam PSU.

Masyarakat pun mempertanyakan hitungan cepat tersebut.

Baca juga: Prajurit TNI Gugur Saat Kontak Tembak di Intan Jaya Dievakuasi, Jenazah Dikirim ke Banjarmasin

Direktur NSL Political Consultant and Strategis Campaign, Nasarudin Sili Luli, menjelaskan quick count mencerminkan hasil pemilihan, sifatnya adalah memprediksi atau memproyeksikan hasil pemilihan. 

"Namun, tetap ada kemungkinan adanya kesalahan (margin of error) dari hasil quick count, karena yang digunakan dalam quick count adalah sampel TPS, bukan keseluruhan TPS. Sehingga untuk menentukan akurasi dari quick count adalah metodologi yang digunakan serta jaminan independensi lembaga yang melaksanakannya," kata Nasarudin di Jayapura, Papua, Jumat (8/8/2025).

Baca juga: Ditangkap dalam Kondisi Mabuk, Anak Buah Egianus Kogoya Ini Akui Terlibat Tiga Aksi Keji

Nasarudin menyebutkan ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan hasil quick count PSU Pilgub Papua tidak akurat di antaranya kesalahan sampling. 

Ia mengatakan, jika sampel TPS yang dipilih tidak representatif secara statistik terhadap populasi pemilih secara keseluruhan, maka hasil quick count yang di klaim pasangan Mari Yo dan BTM -CK bisa menjadi tidak akurat.

Kesalahan dalam memilih sampel TPS dapat mengakibatkan bias yang signifikan dalam estimasi perolehan suara.

"Mustahil perhitungan secepat dengan penyebaran 2023 jumlah TPS, ditambah kondisi geografis Papua dan demografi pemilih yang sangat sulit untuk diakses, dari tingkat distrik hingga kampung," ujar Nasarudin.

Baca juga: Buntut Pemalangan Puskesmas Yaro, Satpol PP Mediasi Pemilik Tanah dan Bupati Nabire

Nasarudin memberi contoh, apabila ada saksi TPS dan tim dari masing-masing pasangan calon tidak semuanya terisi, dari mana mereka bisa mengakses data tersebut.

"Ini adalah kesalahan (margin of error) terbesar dan sulit untuk bisa dipertanggung jawabkan untuk penarikan sampel yang digunakan," bebernya.

Selanjutnya kesalahan penghitungan, di mana proses penghitungan suara di TPS yang menjadi sampel quick count dapat mengalami kesalahan manusia atau teknis.

Kesalahan dalam mencatat atau menghitung suara secara benar bisa memengaruhi akurasi hasil quick count.

Baca juga: Waket III DPR Papua Tengah, Bekies Sony Kogoya Dukung Didirikannya Universitas Negeri 

Berkaca dari Pilkada putaran pertama, begitu banyak kesalahan yang dilakukan oleh KPPS tidak terampil dan profesional, entah disengaja atau tidak.

"Faktanya, penulisan dan rekapan tingkat TPS sering menuai banyak kontroversi ada suara yang digelembungkan adapula di hilangkan ini fakta. Jika sampel yang diambil dari TPS tersebut otomatis data yang dihasilkan tidak akurat," kata Nasarudin.

Nasarudin menyebutkan faktor ketiga menyebabkan hasil quick count PSU Pilkada Papua tidak akurat adalah manipulasi data.

Ada potensi manipulasi data atau kecurangan dalam pengumpulan atau pengolahan data quick count.

"Meskipun langkah-langkah pengawasan biasanya dilakukan untuk mencegah hal ini, namun risiko manipulasi tetap ada dan bisa memengaruhi akurasi hasil,"tutur Nasarudin.

Baca juga: Kepala Kampung Nawaripi Turunkan Alat Berat Angkut 100 Ton Sampah

Tidak hanya soal data, independensi lembaga survei perlu dipertanyakan soal kredibilitas dan profesionalisme dalam melakukan kerja-kerja ilmiah dimaksud.

Jika lembaga survei dari awal di danai oleh calon maka otomatis kerjanya sesuai orderan, tugasnya jelas melakukan propaganda untuk membentuk opini publik. 

Lalu kondisi politik dan sosial yang menjadi faktor eksternal seperti kondisi politik dan sosial yang tidak stabil atau bergejolak dapat memengaruhi partisipasi pemilih, pola perolehan suara, dan akurasi quick count.

"Konteks politik yang kompleks dan perubahan mendadak dalam opini publik bisa membuat prediksi quick count menjadi tidak akurat,"kata Nasarudin.

Baca juga: Hujan Petir dan Cuaca Tak Stabil Landa Nabire

Selain itu ketidakpastian Margin of Error (MoE).

Meskipun quick count menggunakan metode statistik untuk mengurangi kesalahan, namun tetap ada ketidakpastian yang disebut sebagai MoE.

MoE menunjukkan seberapa jauh hasil quick count bisa berbeda dari hasil real count, dan bisa membuat estimasi tidak akurat.

"Semua faktor di atas perlu dipertimbangkan dengan serius dalam mengevaluasi hasil quick count pada PSU Pilkada 2025," ucap Nasarudin.

"Meskipun quick count seringkali memberikan gambaran awal yang cukup akurat, namun tetap perlu diingat bahwa hasilnya belum final dan hanya bersifat prediktif hingga proses real count selesai dilakukan oleh KPU Provinsi Papua,"tutup Nasarudin. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved