Info Nabire

Aksi Mimbar Bebas di Nabire, Pelajar dan Mahasiswa Papua Tengah Tolak Militerisasi di Tanah Adat

Aksi yang berlangsung di Pasar Karang, Kelurahan Girimulyo, Distrik Nabire, ini mengusung tema “Militerisme dan Ancaman Tanah Adat". 

|
Penulis: Melkianus Dogopia | Editor: Lidya Salmah
Tribun-PapuaTengah.com/Melkianus Dogopia
Tampak perwakilan pelajar memberikan orasinya dalam ‎Mimbar bebas yang dipusatkan di Pasar Karang, Kelurahan Girimulyo, Distrik Nabire, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah, Selasa (28/10/2025), pagi pukul 08.30 WIT. Foto: Tribun-PapuaTengah.com/Melkianus Dogopia 

Laporan Wartawan TribunPapuaTengah.com, Melky Dogopia

‎TRIBUNPAPUATENGAH.COM, NABIRE- Sejumlah pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Pelajar dan Mahasiswa (SPM) Papua Tengah menggelar aksi mimbar bebas di Nabire, Selasa (28/10/2025).

Aksi yang berlangsung di Pasar Karang, Kelurahan Girimulyo, Distrik Nabire, ini mengusung tema “Militerisme dan Ancaman Tanah Adat". 

Baca juga: Tokoh Masyarakat Depapre Ingatkan Warga Papua Jangan Terhasut Hoaks dan Propaganda OPM

Kegiatan dimulai sekitar pukul 08.30 WIT dan diikuti puluhan peserta yang menyampaikan orasi terkait isu keamanan serta hak masyarakat adat di Papua Tengah.

Perwakilan mahasiswa menilai bahwa sejarah nasional tidak merepresentasikan keterlibatan pemuda Papua dalam momentum Hari Sumpah Pemuda.

“Sejarah mencatat tidak ada pemuda Papua yang menjadi bagian dari Sumpah Pemuda. Jika negara mengklaim ada, maka itu bentuk manipulasi sejarah,” ujarnya dalam orasi.

Baca juga: Prihatin! Kasus HIV di Papua Tengah Capai 23 Ribu: Nabire Jadi Daerah dengan Angka Tertinggi

Penulisan sejarah seperti itu dinilai merupakan bentuk ketidakjujuran yang merugikan generasi muda Papua.

“Negara tidak seharusnya mengajarkan kebohongan kepada rakyatnya hanya demi kepentingan politik dan penguasaan sumber daya alam,” lanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, seorang pelajar menyampaikan keresahan atas kehadiran militer di kampung-kampung yang dinilai berlebihan dan menimbulkan rasa takut.

Baca juga: 1.500 Pelajar Ikuti Kejuaraan Olahraga Papua Tengah 2025, Ajang Cetak Bibit Unggul Daerah

Ia mengaku beberapa sekolah dijadikan pos militer, sehingga proses belajar mengajar terganggu.

“Bagaimana kami bisa belajar dengan tenang kalau sekolah dijadikan pos militer dan keberadaan aparat membuat kami takut?” katanya.

Baca juga: Kabupaten Yahukimo Siap Miliki RS Tipe C dan 8 Puskesmas Baru, Mulai Dibangun Tahun 2026

Para peserta aksi menyampaikan bahwa keberadaan militer di wilayah pedalaman bukan hanya berdampak pada kegiatan pendidikan, tetapi juga pada aktivitas masyarakat adat.

“Kehadiran militer justru mengganggu kehidupan masyarakat dan ruang belajar anak-anak di kampung,” pungkasnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved