Info Papua Selatan

PT. GPA Diduga Rampas Tanah Adat 75 Keluarga OAP, LBH Papua Merauke: Ini Kejahatan Terstruktur 

Bukti-bukti kepemilikan tanah adat, baik dokumen hukum maupun upacara pelepasan adat Suku Malind, masih lengkap dan valid.

Istimewa
PERAMPASAN HAK ULAYAT TANAH DI MERAUKE- Ketua LBH Papua Merauke Teddy Wakum bersama 75 Keluarga OAP pemilik tanah adat di Merauke. 

TRIBUN-PAPUATENGAH.COM, MERAUKE - Lembaga Bantuan Hukum Papua Merauke (YLBHI-LBH Papua Merauke) mengecam keras dugaan penyerobotan tanah oleh PT. Global Papua Abadi (GPA) terhadap wilayah adat milik 75 keluarga Orang Asli Papua (OAP) di Dusun Arwa, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke

Menurut LBH Papua Merauke, baru-baru in, tindakan yang dilakukan pihak PT GPA bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merupakan bentuk kekerasan struktural dan kolonialisme baru disponsori oleh negara lewat Proyek Strategis Nasional (PSN).

Baca juga: KORMI Papua Pegunungan Genjot Persiapan Tampil di Fornas VIII NTB Juli Mendatang 

Modus pembangunan motif perampasan di mana, PT. GPA dikukuhkan melalui Perpres No. 40/2023 dan Keppres No. 15/2024 sebagai bagian dari PSN bioetanol diduga menyerobot tanah yang secara sah telah dimiliki dan dihuni oleh masyarakat adat sejak tahun 1942 dengan pelepasan hak resmi dari Marga Balagaize tahun 1990. 

Bukti-bukti kepemilikan tanah adat, baik dokumen hukum maupun upacara pelepasan adat Suku Malind, masih lengkap dan valid.

Baca juga: Mimika Sedang Berjuang Turunkan Angka Kemiskinan, Begini Penjelasan Johannes Rettob

Namun, atas nama “swasembada energi,” tanah seluas 30.777,9 hektar kini dikuasai oleh korporasi yang beroperasi tanpa seizin pemilik hak ulayat.

Ini merupakan sebuah pelanggaran terang-terangan terhadap hukum nasional dan prinsip hak asasi manusia.

Suara dari tanah yang digilas merupakan pengaduan dari warga menunjukkan penderitaan yang nyata. Tanah yang dirampas bukan sekadar lahan itu adalah nyawa. 

Baca juga: Satgas TMMD Kodim 1710/Mimika Lakukan Aksi Donor Darah

Di sanalah mereka berkebun, membesarkan anak, menjaga tradisi. Kini mereka hanya bisa menyuarakan tangis dan ketakutan, sementara alat berat terus menggusur masa depan mereka.

Kehadiran PT. GPA juga telah memicu gelombang penolakan luas dari suku-suku asli di Merauke seperti Kimahima, Maklew, Malind, dan Yei. 

Bukan hanya satu komunitas yang dirugikan, tapi sistem kehidupan masyarakat adat Papua yang sedang dihancurkan.

Kejahatan dilindungi aturan di mana, YLBHI-LBH Papua Merauke menilai tindakan ini memenuhi unsur Pasal 385 jo. Pasal 372 KUHP: Penggelapan dan perampasan hak milik.

Kemudian Pasal 1365 KUHPerdata di mana, perbuatan melawan hukum yaitu pelanggaran HAM berat karena merampas hak atas tanah, sumber penghidupan, dan eksistensi budaya masyarakat adat.

Negara tak bisa bersembunyi di balik dalih pembangunan. Ketika perusahaan beroperasi di atas penderitaan, dan pejabat publik diam, itu adalah kejahatan yang dilakukan bersama.

Baca juga: Beredar Video Egianus Kogoya, Minta Uang Rp 5 Miliar Untuk Acara Bakar Batu

Adapun sejumlah poin tuntutan dari 75 Keluarga AOP pemilik hak yang disampaikan LBH Papua Merauke kepada PT GPA.

Kami menuntut: 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved